HUKUM ISLAM ASIA TENGGARA
Alhamdulillah, segala puja dan puji ke Hadirat Allah
Subhanahuwata’ala yang telah memberikan Rahmad dan karunia – Nya sehingga kami
kelompok VI (enam) dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan
ummatnya.
Makalah ini berjudul Hukum
Islam di Asia Tenggara yang dirangkum dari beberapa sumber internet.
Makalah ini berisi Perkembangan Hukum Islam serta Sejarah Pertumbuhan Hukum –
Hukum Islam di Asia Tenggara baik dari Pertumbuhan Sebelum Masa Penjajah,
Pertumbuhan Pada Masa Penjajahan dan Pertumbuhan Pada Saat ini. Tentu saja
tulisan ini tidak dapat menguraikan secara lengkap dan detail setiap rincian
sejarah Hukum Islam di Asia Tenggara. Dilakukan rangkuman ini disamping tugas
juga agar lebih memberikan kemudahan dalam menelaah Hukum Islam di Asia
Tenggara. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih dengan harapan agar makalah
ini berguna bagi siapapun yang membaca. Pada akhirnya diharapkan adanya masukan
demi kesempurnaan makalah ini.
Pekanbaru,
29 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................................
i
DAFTAR
ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................
iii
1.1
Latar
Belakang............................................................................................
iii
BAB
II ISI...................................................................................................................
1
A.
HUKUM ISLAM DI ASIA TENGGARA...............................................................
1
1.
Hukum Islam di Malaysia.............................................................................
1
2.
Hukum Islam di Brunai Darussalam..............................................................
3
3. Hukum Islam di Pilifina................................................................................
5
4.
Hukum Islam di Thailand...............................................................................
6
5.
Hukum Islam di Singapore.............................................................................
8
6.
Hukum Islam di Indonesia.............................................................................
10
7.
Hukum Islam di Myanmar.............................................................................
12
8.
Hukum Islam di Timor Leste..........................................................................
13
9.
Hukum Islam di Vietnam...............................................................................
14
10.
Hukum Islam di Laos.....................................................................................
14
11.
Hukum Islam di Kamboja..............................................................................
15
BAB
III PENUTUP.....................................................................................................
11
KESIMPULAN...........................................................................................................
16
SARAN.......................................................................................................................
16
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam di Asia Tenggara
adalah unsur paling mayoritas, yang tentu sangat berpengaruh terhadap pola
hidup bangsa Asia Tenggara. Dalam tataran dunia Islam internasional, umat Islam
Asia Tenggara bahkan dapat disebut sebagai komunitas muslim paling besar yang
berkumpul dalam satu batas teritorial kenegaraan. Perilaku pemeluknya tidak
lepas dari syariat yang dikandung agamanya. Melaksanakan syariat agama yang
berupa hukum – hukum menjadi salah satu parameter ketaatan seseorang dalam
menjalankan agamanya. Sebagai tuntunan Allah SWT yang diantaranya berupa hukum
– hukum Islam telah disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW dan terinci dalam Al
– Quran dan Hadist Nabi.
Karena
itu, menjadi sangat menarik untuk memahami alur perjalanan sejarah hukum Islam
di tengah – tengah komunitas Islam terbesar di dunia itu. Pertanyaan –
pertanyaan seperti seberapa jauh pengaruh kemayoritasan kaum muslimin Asia
Tenggara itu terhadap penerapan hukum Islam di tanah air misalnya dapat dijawab
dengan memaparkan sejarah hukum Islam sejak komunitas muslim hadir di Asia
Tenggara.
Disamping
itu, kajian tentang sejarah hukum Islam di Asia Tenggara juga dapat dijadikan
sebagai salah satu pijakan bagi umat Islam secara khusus untuk menentukan
strategi yang tepat di masa depan dalam mendekatkan dan mengakrabkan bangsa ini
dengan hukum Islam. Proses sejarah hukum Islam yang diwarnai benturan dengan
tradisi yang sebelumnya berlaku dan juga dengan kebijakan – kebijakan politik
kenegaraan, serta tindakan – tindakan yang diambil oleh para tokoh Islam Asia
Tenggara terdahulu setidaknya dapat menjadi bahan telaah penting di masa
datang. Setidaknya sejarah itu menunjukkan bahwa proses Islamisasi sebuah
masyarakat bukanlah proses yang dapat selesai.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Hukum Islam
di Malaysia
Malaysia adalah negara yang berdiri pada 31 agustus 1957
yang dipimpim oleh perdana menteri pertamanya Tengku Abdul Rahman.
Malaysia adalah merupakan negara federasi yang terdiri dari 13 negara bagian
dengan ketentuan 11 di semenanjung Malaysia dan 2 lagi di pulau kalimantan,
negara ini juga merupakan negara bekas jajahan inggris yang penduduknya
meliputi campuran aneka latar belakang, warna kulit, suku bangsa dan budaya.
Jumlah penduduknya terdiri dari 16.500.000 jiwa yang separuh lebih
masyarakatnya beragama islam yang berlatar belakang melayu.
Implementasi hukum Islam di Malaysia, tampak dari kodifikasi
yang dilakukan yang telah melewati tiga fase, yaitu:
a. periode Melayu
Kodifikasi hukum paling awal termuat
dalam prasasti Trengganu yang di tulis dalam aksara Jawi, memuat daftar
singkat mengenai sepuluh aturan dan bagi siapa yang melangarnya akan mendapat
hukuman. Selain kodifikasi hukum tersebut, juga terdapat buku aturan hukum yang
singkat, salah satu diantaranya adalah Risalah Hukum Kanun atau buku Hukum
Singkat Malaka yang memuat aturan Hukum Perdata dan Pidana Islam.
b. Periode penjajahan Inggris
Pada fase penjajahan Inggris, posisi hukum Islam sebagai
dasar negara berubah. Administrasi hukum Islam dibatasi pada hukum keluarga dan
beberapa masalah tentang pelanggaran agama.
c. Periode kemerdekaan
Pada fase awal kemerdekaan Malaysia, pengaruh serta pakar
hukum Inggris masih begitu kuat, namun di beberapa negara bagian telah
diundangkan undang-undang baru mengenai administrasi hukum Islam. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan pendasaran konstitusi serta wewengan pada Majelis
Agama Islam, Departemen Agama, dan Pengadilan Syari’ah.
Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di
berbagai negara bagian. Untuk itu, sebuah konferensi nasional telah diadakan di
Kedah untuk membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah
hukum pidana. Maka dibentuklah sebuah komite yang terdiri dari ahli hukum Islam
dan anggota bantuan hukum, kemudian mereka dikirim ke berbagai negara
Islam untuk mempelajari hukum Islam dan penerapannya di negara-negara tersebut.
Sebagai wujud perhatian pemerintah federal kepada hukum Islam, maka pada saat
yang sama dibentuk beberapa komite diantaranya bertujuan untuk menelaah
struktur, yuridiksi, dan wewenang Pengadilan Syari’ah dan merekomendasikan
pemberian wewenang dan kedudukan yang lebih besar kepada hakim Pengadilan
Syaria’ah, mempertimbangkan suatu kitab UU hukum keluarga Islam yang baru guna
mengantikan yang lama sebagai penyeragaman UU di negara-negara bagian.
Dan salah satu komite juga mempertimbangkan proposal adaptasi hukum acara
pidana dan perdata bagi Pengadilan Syari’ah.
Pada
dasarnya hukum Islam di Malaysia, ada yang menyangkut persoalan perdata dan ada
yang menyangkut persoalan pidana.
Dalam bidang
perdata meliputi :
1. Pertunangan,
nikah cerai, membatalkan nikah atau perceraian.
2. Memberi
harta benda atau tuntutan terhadap harta akibat perkara di atas.
3. Nafkah orang
di bawah tanggungan, anak yang sah, penjagaan dan pemeliharaan anak.
4. Pemberian
harta wakaf.
5. Perkara lain
yang diberikan kuasa berdasarkan undang-undang.
Dalam
persoalan pidana mengatur hal sebagai berikut:
1. Penganiayaan
terhadap istri dan tidak patuh terhadap suami.
2. Melakukan
hubungan seks yang tidak normal.
3. Penyalah-gunaan
minuman keras.
4. Kesalahan terhadap
anak angkat.
5. Kesalahan-kesalahan
lain yang telah diatur lebih jauh dalam undang-undang.
Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di
Malaysia, namun hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi
dan yudisprudensi. UU Hukum Perdata 1956 menyebutkan bahwa jika tidak
didapatkan hukum tertulis di Malaysia, Pengadilan Perdata harus mengikuti
hukum adat Inggris atau aturan lain yang sesuai. Dengan demikian hukum Islam
hanya berlaku pada wilayah yang terbatas, yaitu yang berhubungan dengan
keluarga dan pelanggaran agama. Dalam hukum keluarga, pengadilan perdata tetap
memiliki yuridiksi, seperti dalam kasus hak milik, warisan, serta pemeliharan
anak. Bila terdapat pertentangan antara pengadilan perdata dan syari’ah, maka
kewenagan peradilan perdata lebih diutamakan. Melihat kenyataan tersebut di
atas, eksistensi hukum Islam di Malaysia sesungguhnya belum berlaku secara
menyeluruh terhadap semua penduduk negara tersebut. Hal ini karena masih adanya
pengaruh hukum koloni Inggris yang pernah menjajah Malaysia.
2.
Hukum Islam
di Brunai Darussalam
Masuknya Islam ke Brunei sejalan
dengan masuknya Islam ke Nusantara,dan setidak-tidaknya terjadi setelah Malaka
jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 M. Sebelum datangnya Inggris, Undang-Undang
yang dilaksanakan di Brunei ialah Undang-Undang Islam yang telah dikanunkan
dengan hukum qanun Brunei. Hukum Qanun Brunei tersebut sudah ditulis pada masa
pemerintahan Sultan Hassan (1605-1619 M) yang disempurnakan oleh Jalilul jabbar
(1619-1652 M).
Pemberian kekuasaan di bidang hukum secara
penuh baru diberikan kepada Inggris setelah ditandatanganinya perjanjian pada
1888 dalam Artikel VII yang membuat aturan :
a.
Bidang kuasa
sivil dan jinayah kepada jawatan kuasa Inggris untuk mengendalikan kes rakyat,
kes rakyat asing dari negara-negara jajahan Inggris dan kes rakyat negara lain
jika mendapat persetujuan kerajaan negara mereka.
b. Bidang kuasa
untuk menghakimkan kes yang melibatkan rakyat Brunei jika rakyat Brunei dalam
kes tersebut merupakan seorang penuntut atau pendakwa. Tetapi jika didalam
sesuatu kes tersebut, rakyat Brunei adalah orang yang dituntut atau didakwa
maka kes itu akan diadili oleh Mahkamah Tempatan.
Kekuasaan
yang lebih luas lagi dalam bidang hukum diberikan setelah adanya perjanjian
tahun 1906. Dengan perjanjian tersebut Inggris lebih leluasa mendapat kekuasaan
yang luas untuk campur tangan dalam urusan per-Uuan, Pentadbiran keadilan dan
kehakiman, masalah negara dan pemerintahan kecuali dalam perkara-perkara agama
Islam.
Perlu
diketahui di Brunei Darussalam terjadi perjanjian kurang lebih sekitar lima
perjanjian yaitu:
1. Perjanjian
pada tahun 1847 Sultan Brunei mengadakan perjanjian dengan Inggris Raya untuk
memajukan hubungan dagang dan penumpasan para pembajak.
2. Perjanjian
kedua pada tahun 1881 yaitu perjanjian negara brunei berada dibawah proteksi
Inggris Raya.
3. Perjanjian
pada tahun 1856 intervensi Inggris dalam tulisan hukum Brunei (intervensi )
4. Perjanjian
pada tahun 1888 tentang bidang kekuasaan kehakiman di Brunei (pembagian
kekuasaan kehakiman dengan pihak Inggris)
5. Perjanjian
pada tahun 1906 tentang kekuasaan dalam bidang hukum (kekuasaan intervensi perundangan-undangan,
pentadbiran keadilan, dan kehakiman, masalah negara dan pemerintahan )
Perjanjian-perjanjian tersebut menimbulkan efek yang
sangat jelas bagi perkembangan hukum di negara Brunei. Brunei Darussalam
memiliki kekuasaan kehakiman yang terpisah yaitu kekuasaan kehakiman Inggris
dan kekuasaan kehakiman Brunei. Sungguh mengherankan bukan suatu negara
mempunyai kekuasaan kehakiman yang lain disamping kekuasaan kehakiman Brunei.
Disamping itu pula Inggris mempunyai kekuasaan untuk intervensi dalam urusan
perundang-undangan kehakiman masalah negara terkecuali perkara-perkara agama
islam. Terlihat jelas sekali bahwa perjanjian-perjanjian dengan pihak Inggris
banyak berdampak negatif yaitu merugikan bangsa Brunei dalam hal mereka sebagai
bangsa yang ingin merdeka.faktor-faktor yang menyebabkan Brunei selalu terposok
atau tersudut dalam perjanjian kemungkinan karna lemahnya sultan dalam
menghadapi tekanan-tekanan Inggris dan juga lemahnya pengetahuan strategis
politik sehingga terjadi ketidak adilan dalam pembagian kekuasaan. Seperti pada
petisi yang diajukan pada Kesultanan Brunei kepada seluruh Jaya British pada 2
Juli 1986 dimana petisi itu berisi dua tuntutan dari kedua petisi hanya masalah
nomor satu yang disetujui oleh Inggris dan tidak dilanjuti dengan mengembangkan
Mahkamah Syari'ah sedangkan yang kedua ditolak karena isinya bertentangan
dengan isi perjanjian tahun 1906. Mahkamah syari'ah Bunei hanya dibenarkan
melaksanakan Undang-undang Islam yang berkaitan denagn perkara-perkara kawin, cerai,
dan ibadah (khusus). Sedangkan masalah yang berkaitan dengan jinayah diserahkan
kepada Undang-undang Inggris yang berdasarkan Common Law England. Untuk
seterusnya peraturan dan perundang-undangan di Brunei terus-menerus mengalami
perombakan.
3.
Hukum Islam
di Filiphina
Filipina adalah negara kepulauan
dengan 7.107 buah pulau. Penduduknya yang berjumlah 47 jiwa menggunakan 87
dialek bahasa yang berbeda-beda yang mencerminkan banyaknya suku dan komunitas
entis.
Kodifikasi syariah yang sistematis telah dimulai sejak tahun
empat puluhan untuk diterapkan dalam masyarakat Islam di empat provinsi
selatan. Kodifikasi tersebut sekarang telah tercakup dalam Undang-Undang Sipil
Thailand yang berkenaan dengan keluarga dan warisan. Dalam hal ini, kandungan
syariah bersifat inklusif untuk mengadili kasus di antara umat Islam.
Bagaimanapun, seluruh sistemnya berkaitan langsung dengan fiqih Syafi'i. karena
mayoritas masyarakat Muslim Thailan menganut mazhab ini. Pertentangan antara
orang Islam yang menganut mazhab yang berbeda tidak dapat diselesaikan oleh
sistem peradilan yang ada, karena yang digunakan hanyalah yang telah sah
dikodifikasikan, meskipun Dato Yuttitham sendiri mampu mengatasinya. Suatu
kodifikasi yang sistematis dan penerapannya yang inklusif di Thailand pasti
akan menguntungkan umat Islam, sekaligus seluruh masyarakat.
Dalam mengkaji "Ajuan UU tentang Administrasi UU Islam
1974" yang dipersiapkan oleh Staf Riset dan juga dalam rancangan tentang
"Kitab UU Perseorangan Muslim Filipina", kerja Komite diarahkan
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a.
Mengenai sistem hukum Islam, yang
dipertimbangkan merupakan sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari hukum
perdata, pidana, perdagangan, politik, internasional, serta agama, hanya yang
secara benar-benar bersifat pribadilah yang dikodifikasi.
b. Hukum perorangan memasukkan tindakan
serta praktik yang diwajibkan oleh hukum Islam. Sementara itu, sesuatu yang
dilarang serta membutuhkan hukuman tak bersyarat tetap berstatus larangan.
d. Jika aturan hukum mengenai suatu
masalah dirasa terlalu rumit, maka hanya prinsip umumnya yang dicantumkan.
Adapun rincian dari aturan tersebut diserahkan kepada hakim untuk menjabarkan
secara tepat.
e.
Tidak ada aturan dalam bentuk apa
pun untuk dimasukkan ke dalam UU jika hal itu bertentangan dengan Konstitusi
Filipina.
f.
Tidak ada aturan yang harus
dimasukkan, kecuali hal itu didasarkan pada prinsip hukum Islam yang telah
dikemukakan oleh empat mazhab fiqih.
4.
Hukum Islam
di Thailand
Negara bukan
Islam yang berjulukan Negara Gajah Putih, tercatat minoritas kaum Muslim yang
berjumlah sekitar 5% atau 1,5 juta jiwa dari penduduk Thailand, Mayoritas
Muslim tinggal di wilayah selatan khususnya Pattani, Yala, dan marathiwat.
Adapun dinamika pelaksanaan Hukum Islam di Thailand, dapat
kita lihat sebagai berikut:
1.
Pra-kolonialisasi
Sebelum
kolonial eropa ( asia Tenggara adalah negara jajahan eropa ) mengukuhkan
kekuasaannya di Dunia Melayu,hukum islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah
ada didalam masyarakat, tumbuh dan berkembang di kesultanan-kesultanan Melayu
disamping kebiasaan atau adat masyarakat.Bahkan pelaksanaan hukum Islam
terlihat meliputi aspek yang lebih luas,tidak saja hanya menyangkut
perkara-perkara pribadi sperti nikah,talak,rujuk,waris,hadhanah,tetapi juga
mencakup hukum pidana termasuk hukum hudud.
2.
Masa Kolonial
Dibawah
jajahan negara-negara eropa, pelaksanaan hukum Islam di Asia Tenggara tidak
mengalami perkembangan berarti, sebaliknya malah banyak mengalami pengebirian.
Melalui berbagai kebijaksanaan, kolonial berhasil mereduksi dan membatasi
pelaksanaan hukum islam. Bila sebelumnya, pelaksanaan hukum islam mencakup
masalah perdata dan pidana, sekarang menjadi terbatas hanya pada
perkara-perkara yang berhubungan kekeluargaan.
3.
Pasca-kolonialisasi
Setelah
meraih kemerdekaan,umat islam di negara-negara Asia Tenggara kembali berupaya
setahap demi setahap untuk melaksanakan hukum Islam selain bidang
ibadah,seperti masalah kekeluargaan (seperti perkawinan,perceraian, rujuk dan
kewaisan), juga dalam hal-hal yang berkaitan dengan mu’amalah. Namun, semua itu
tentu melalui upaya keras dan proses yang cukup panjang.
Di
negara ini belum ada pengadilan agama.Wewenang untuk mengadili urusan
yang berkaitan dengan keluarga dan warisan diserahkan kepada hakim agama yang
disebut Dato Yutitham. Inipun hanya berlaku di empat
propinsi daerah Muslim di Thailand Selatan, yaitu Pattani, Yala,
Naratiwat, dan Satun. Dato Yuttitam biasanya di pilih oleh imam-imam masjid,
dan langsung dikontrol oleh pengadilan umum setempat. Seluruh keputusan yang
dikeluarkan tentunya mempunyai kekuatan hukum, meski terbatas di propinsi
tersebut.
Hukum
Islam (mengenai keluarga dan warisan) hanya berlaku di empat propinsi bagian
selatan. Bagi muslim di
propinsi lain, karena syari’ah tidak diakui secara hukum, satu-satunya jalan
adalah melalui lembaga negara bila ingin di akui secara sah.
Kodifikasi
syariah yang sistimatis telah dimulai sejak tahun empat puluhan untuk
diterapkan dalam masyarakat Islam di empat provinsi selatan Thailand.
Kodifikasi sekarang telah tercakup dalam Undang Undang Sipil Thailand yang
berkenaan dengan keluarga dan warisan, dimana kandungan syariahnya bersifat
inklusif mengadili kasus di antara umat Islam. Seluruh
sistem berkaitan langsung dengan mazhab Syafi’i, karena mayoritas
masyarakat Muslim Thai menganut mazhab ini. Pertentangan antara orang
Islam yang menganut mazhab yang berbeda tidak dapat diselesaikan dengan sistem
peradilan yang ada karena yang digunakan hanyalah yang telah sah
dikodifikasikan. Sampai kini kodifikasi syariah yang ada beserta
administrasinya tidak pernah ditinjau ulang. Mungkin karena kenyataan ini, dan
sebab-sebab lain seperti yang telah dikemukakan di atas, tidak banyak kasus
yang kemudian dibawa ke Dato Yuttitham. Selain itu, kurangnya kualifikasi hakim islam,
juga menimbulkan sikap ragu dan tidak percaya di kalangan Muslim untuk
menyelesaikan perkaranya melalui otoritas ini. sejauh ini, tidak adanya standar
pendidikan agama minimum yang di persyaratkan bagi hakim kecuali kesepakatan
umum bahwa hakim harus memiliki pengetahuan Syari’ah yang luas.
Keterbatasan
ikatan hukum bagi hukum islam, karena keterbatasan subjek materinya. Misalnya,
Secara hukum, adalah sah perkawinan atau perceraian yang dilaksanakan oleh Dato
yuttitam atau imam. Namun demikian, karena hukum negara tidak membenarkan
poligami, maka perkawinannya dengan wanita berikutnya, istri-istri dan anak
cucunya tidak diakui secara resmi. Semua registrasi selain dengan istri pertama
dianggap tidak sah. Konsekuensinya, bagi mereka yang menganut poligami, istri
berikut serta keturunan tidak mendapatkan hak privilese secara hukum, seperti
biaya pendidikan dan kesehatan yang diperoleh oleh sang suami.
5. Hukum Islam di Singapore
Perkembangan Islam di singapura boleh dikatakan tidak ada
hambatan, baik dari segi politik maupun birokratis. Muslim di Singapura ± 15 %
dari jumlah penduduk, yaitu ± 476.000 orang Islam. Sebagai temapt pusat
kegiatan Islam ada ± 80 masjid yang ada di sana. Pada tanggal 1 Juli 1968,
dibentuklah MUIS (majelis Ulama Islam Singapura) yang mempunyai tanggung jawab
atas aktivitas keagamaan, kesehatan, pendidikan, perekonomian, kemasyarakatan
dan kebudayaan Islam. Singapura menganut sistem sekuler, di mana pemerintah
menerapkan netralitas terhadap semua agama yang ada. Berdasarkan hasil sensus
tahun 2000, diketahui bahwa penduduk singapura yang berumur di atas 15 tahun
menganut beberapa agama, yaitu Budha 42.5%. Islam 14.9%, Kristen 14.6%, Tao
8.5%, Hindu 4.0% dan Agama lain (Yahudi, Zoroaster,dll 0.6%). Kecuali itu,
masih ada sekitar 14.8% yang tidak memiliki atau menganut agama tertentu.
Pada fase awal, Islam yang disuguhkan kepada masyarakat Asia
Tenggara lebih kental dengan nuansa tasawuf. Karena itu, penyebaran Islam di
Singapura juga tidak terlepas dari corak tasawuf ini. Buktinya pengajaran
tasawuf ternyata sangat diminati oleh ulama-ulama tempatan dan raja-raja
Melayu. Kumpulan tarekat sufi terbesar di Singapura yamg masih ada sampai
sekarang ialah Tariqah ‘Alawiyyah yang terdapat di Masjid Ba’lawi. Tarekat ini
dipimpin oleh Syed Hasan bin Muhannad bin Salim al-Attas. Selain tarekat itu
juga dijumpai tarekat Al-Qadiriyyah Wa al Naqshabandiyyah yang berpusat di
Geylang Road yang dikelola oleh organisasi PERPTAPIS (Persatuan Taman Pengajian
Islam).
Lembaga-lembaga Islam di Singapura
diantaranya adalah, Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), Himpunan Dakwah
Islamiyah Singapura (JAMIYAH) dan Majelis Pendidikan Anak-anak Muslim
(MENDAKI). Berkenaan dengan MUIS, Pada bulan agustus 1966, parlemen singapura
mengeluarkan pengaturan pelaksanaan hukum Islam (administration of Islam law
act) atau biasa disingkat AMLA. Yang mengantar pada suatu tahap baru dalam
sejarah perundangan dan administrasi Islam di negara ini. MUIS yang berada
dibawah undang-undang tersebut, dibentuk pada tahun 1968. MUIS ini, merupakan suatu badan hukum yang
mengurusi hal-hal yang berkenaan dengan agama Islam di Singapura. Antara lain
memusatkan terhadap pengumpulan zakat, yang pada awalnya ditangani oleh
masjid-masjid lokal, selain itu juga mengambil alih administrasi wakaf.
Kemudian, MUIS juga brtanggung jawab untuk komite fatwa dan menjadi panitia
haji.
Kemudian, lembaga Islam JAMIYAH.
Lembaga ini didirikan oleh Maulana Muhammad Abdul Sidiiqui. Ia merupakan
seorang sufi yanga sangat kahrismatik, seorang mujaddid (refomer,
pembaru) atau muballigh (pendakwah). Lembaga ini mendirikan lembaga
wakaf, membuka rumah sakit, membangun masjid atau madrasah serta menyumbangkan
uang dan fasilitas untuk hari-hari besar Islam seperti maulid nabi.
Selain itu aktivitas dari lembaga
ini, termasuk pula memberikan kebutuhan orang-orang yang ada dirumah sakit atau
dipenjara, dan mengajari mereka pengajaran agama (Islam). Pengajaran ini, juga
diberikan pada orang-orang yang baru masuk Islam Yang terakhir adalah lembaga
Islam MENDAKI. Lembaga ini, didirikan pada tahun 1981, yang bergerak dalam
bidang pendidikan, yang menangani permasalahan pendidikan anak muslim. Lembaga
ini memperoleh dukungan yang luar biasa, baik dari etnis Melayu Muslim
sendirimaupun dari pemerintah, sehingga pada tahun 1982 status lembaga ini
meningkat menjadi yayasan setelah sukses menyelenggarakan kongres tentang
pendidikan anak-anak Muslim. Dan keberadaan MENDAKI ini, juga memepercepat
lahirnya publikasi bahan-bahan dan karya yang terkait dengan pendidikan bagi
minoritas muslim di Singapura. Walaupun, pada masa-masa awal masih berbentuk
makalah dan belum berbentuk buku. Akan tetapi, MENDAKI dan organisasi muslim
lainnya yaitu JAMIYAH dan MUIS tetap menerbikan artikel dan makalah yang
disampaikan dalam beberapa seminar dan konferensi.
Sementara, untuk penerapan hukum
Islam di Singapura dapat dilihat antara lain dalam upacara penikahan. AMLA,
menggariskan bahwa orang yang ingin menikah harus mencapai umur 16 tahun.
Namun, meskipun demikian apabila ada permohonan kawin oleh orang yang belum
mencapai usia 16 tahun, pengadilan agama dalam situasi tertentu dapat mengabulkan
permohonan tersebut bila memang yang memohon sudah “dewasa”.
Selain itu, AMLA, juga mengharuskan
suami yang ingin menikah lagi atau beristri lebih dari satu untuk membuat
permohonan khusus yang menyatakan alasan-alasannya serta membuat pernyataan
yang menunjukkan kesanggupannya untuk menghidupi dua istri atau lebih.
Sementara, untuk kepentingan administratif, AMLA meminta agar melaporkan setiap
setiap talak yang dijatuhkan dalam jangka waktu seminngu untuk dicatat pasangan
suami istri tersebut juga harus mengisi lembaran yang sudah ditentukan.
6. Hukum Islam di Indonesia
Islam di Indonesia (Asia Tenggara) merupakan salah satu dari
tujuh cabang peradaban Islam (sesudah hancurnya persatuan peradaban Islam yang
berpusat di Baghdad tahun 1258 M). Ketujuh cabang peradaban Islam itu secara
lengkap adalah peradaban Islam Arab, Islam Persia, Islam Turki, Islam Afrika
Hitam, Islam anak Benua India, Islam Anak Melayu, dan Islam China. Kebudayaan
(peradaban) yang di sebut Arab Melayu tersebar di wilayah Asia Tenggara
memiliki ciri-ciri universal menyebabkan peradaban itu tetap mempertahankan
bentuk integralitasnya, tetapi pada saat yang sama tetap mempunyai unsur-unsur
yang khas di kawasan itu.
Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan
dan rakyat pada umumnya, dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu
kerajaan kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan dikalangan
keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau
pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan
pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran
dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasannya melancarkan
perang terhadap kerajaan non-Islam. Hal itu bukanlah persoalan agama tetapi
karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Sebenarnya penerapan
hukum Islam sudah lama dilaksanakan di Nusantara sebelum masa kolonial. Berikut
akan pemakalah uraikan perkembangan hukum Islam di Indonesia dari masa kolonial
sampai kemerdekaan.
a.
Masa kolonial
Perkembangan
hukum Islam di Indonesia pada masa kolonial dapat kita lihat melalui beberapa
teori, yaitu:
2.
Teori Kredo
Teori
kredo ini berlaku di Indonesia ketika negeri ini berada di bawah kekuasaan para
Sultan. Dalam hal ini, biasanya pemberlakuan hukum Islam sangat bergantung pada
mazhab yang dianut oleh para Sultan tersebut. Terlepas dari mazhab yang dianut,
hukum Islam telah dilaksanakan oleh masyarakat. Tidak semata-mata dalam bidang
hukum perdata tetapi juga dalam bidang pidana, dan juga dalam bidang hukum tata
negara. Walaupun pada awalnya pelaksaan hukum Islam mendapat campur tangan
kerajaan, tetapi lambat-laun hukum Islam menjadi kesadaran hukum Islam yang
bersifat massif. Dengan kata lain, sosialisasi hukum Islam pada saat itu
berjalan sangan hebat.
3.
Teori Receptio in Complexu
Atas
dasar penerimaan hukum Islam sebagai norma hukum yang berlaku dalam masyarakat,
muncullah teori Receptio in Complexu yang di introdusir oleh van deg
Berg. Teori ini menetapkan bahwa bagi orang Islam berlaku hukum Islam sebab dia
telah memeluk agama Islam. Kenyataan ini dapat didukung oleh bukti-bukti
historis berikut ini:
a.
Di daerah Bone dan Goa Sulawesi
Selatan, dipergunakan kitab Muharrar dan Papekem Cirebon serta peraturan lain
yang dibuat oleh B.J.D. Clootwijk. Jadi, selama VOC berkuasa selama 2 abad
(1602-1800 M), kedudukan hukum Islam tetap seperti semula, berlaku dan
berkembang di kalangan kaum Muslimin Indonesia.
b. Dalam Statuta Batavia 1642
disebutkan bahwa:
“Sengketa
Warisan antara orang pribumi yang beragama Islam harus diselesaikan dengan
mempergunakan hukum Islam, yakni hukum yang dipakai oleh rakyat sehari-hari.”
c.
Tanggal 25 Mei 1760 M, VOC
mengeluarkan peraturan senada yang disebut dengan Resolutie der Indische
Regeering untuk diberlakukan.
d. Solomon Keyzer (1823-1868) dan
Cristian van Berg (1845-1927) membiarkan hukum Islam berlaku bagi masyaraka
Islam. Mereka menyatakan bahwa hukum Islam mengikuti agama yang dinut
seseorang.
Sebenarnya
pada awal abad ke-19 telah mulai muncul sikap-sikap curiga dari sebagian
pejabat kolonial. Ketua Mahkamah Agung Belanda, Scholten van Oud Harlem
misalnya, menasehati para pejabat di Hindia Belanda agar berhati-hati. Namun
sejalan dengan itu, ia tetap menegaskan agara bagi kaum Muslimin tetap
diberlakukan hukum agamanya (pasal 75, Regeering Reglement, 1854).
4.
Teori Receptie
Teori ini
muncul sebagai akibat dari kecurigaan-atau lebih tepatnya-ketakutan Pemerintah
Belanda terhadap pengaruh yang ditimbulkan dari politisi Islam yang terbukti
cukup merepotkan mereka. Bila hukum Islam dibiarkan terus berkembang, maka itu
akan sangat berbahaya. Oleh karena itu, pemerintah Belanda mengintrodusir
istilah het indische adatrecht atau hukum adat Indonesia. Kemudian dikembangkan
oleh seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda tentang soal Islam dan
anak-anak Negeri jajahan, Cristian Snouck Hugronje (1857-1936). Dalam gagasan
mereka, intinya bahwa hukum Islam yang berlaku bagi orang Islam adalah hukum adat
mereka masing-masing. Hukum Islam dapat berlaku apabila telah diresepsi atau
telah diterima oleh hukum Adat. Jadi, hukum Adatlah yang menentukan ada
tidaknya hukum Islam. Konsep inilah yang kemudian dikenal dengan teori
reseptie.
b.
Setelah kemerdekaan
Ketika Indonesia
menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, upaya untuk melakukan
pembahaharuan hukum warisan kolonial mulai dicanangkan, walaupun dalam rangka
menghindarkan kekosongan hukum, hukum warisan kolonial itu masih tetap
diberlakukan (sesuai bunyi aturan peralihan pasal 2 dari UUD 1945: “semua
Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”). Namun menurut Hazairin, setelah Indonesia
merdeka, seharusnya teori receptie itu harus “exit” (keluar) dari tata hukum
Indonesia merdeka. Karena menurutnya, teori ini bertentangan dengan Jiwa UUD
1945 dan juga bertentangan dengan Al-quran dan al-Sunnah. Sehingga sangat tidak
menguntungkan bagi umat Islam.
7.
Hukum Islam di Myanmar
Negara Myanmar ini sebenarnya bukanlah negara Islam,
karena mayoritas penduduknya beragama Hindu dari kalangan Biksu-biksu, lalu di
susul kemudian dengan Islam, namun dalam perkembanganya sekarang, kini negara
yang termasuk anggota ASEAN ini memiliki kebebasan beribdah dam memeluk agama
Islam, jumlah penduduknya hanya kurang lebih 4% yang menganut agama Islam,
sehingga banyak umat islam di kalangan ini yang harus mengalah demi kebaikan
mereka dan tentu sangat berat bagi negara ini untuk menjalankan hukum islam dan
syariat islam karena faktor minoritas dalam hal kuantits, dan dapat di
pastiakan perkembangan dakwah islam juga masih minim sekali, ditambah banyaknya
pengikut kaum biksu.
8. Hukum Isam di Timor Lese
Timor Timur adalah negeri bekas jajahan Portugis yang
datang ke wilayah Hindia untuk menjarah kekuasaan kaum muslimin seperti yang
telah dilakukannya di Malaka, dan terakhir mendududuki Timor Timur. Setelah
Portugis pergi, Timor Timur resmi bergabung ke dalam Negara Kesatuan RI sejak 7
Juli 1976. Menurut pendapat madzhab Syafi'i di atas, maka wilayah Timor Timur
termasuk Darul Islam atau dalam realitas geopolitik sekarang adalah negeri
Islam (bilad Islami). Karenanya dengan integrasi selama 24 tahun,
nyatalah bahwa Timor Timur adalah bagian dari negeri Islam Indonesia yang
secara universal adalah bagian dari dunia Islam.
Masuknya birokrasi sipil maupun militer Indonesia
--disamping menyebarnya penduduk Timor Timur di berbagai pulau di seluruh
negeri Islam Indonesia-- selama hampir seperempat abad itu, menurut hukum Islam
menjadi fakta bahwa Timor Timur adalah bagian yang tak terpisahkan dan tak
boleh dipisahkan dari dunia Islam.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi kaum muslimin
Indonesia menyerahkan masalah Timor Timur kepada kebijakan PBB atau pun
melakukan referendum terhadap rakyat Timor Timur. Demikian juga tak bisa
diterima dalam perspektif Islam melepaskan Timor Timur untuk dikuasai
orang-orang kafir.
Suatu negeri yang telah menjadi negeri Islam, tetap
hukumnya sebagai negeri Islam selamanya meskipun telah dikuasai oleh
orang-orang kafir. Demikian pula wajib hukumnya bagi kaum muslimin untuk
mengembalikan negeri tersebut ke pangkuan kekuasaan kaum muslimin.
Timor
Timur adalah negeri yang telah bergabung dengan Indonesia pada tahun 1976
setelah lepas dari penjajahan Portugis yang menyengsarakan mereka selama
ratusan tahun.
"Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung"]00[1]
9. Hukum
Islam di Vietnam
Negara yang kini beribukotakan hanoi ini sebenarnya
bukanlah negara Islam, karena mayoritas penduduknya beragama Hindu, Kristen
lalu di susul kemudian dengan Islam, namun dalam perkembanganya sekarang, kini
negara yang termasuk anggota ASEAN ini memiliki kebebasan beribdah dam memeluk
agama Islam, Vietnam juga sangat mendukun sebuah lebel Halal pada setiap makan
dan benda konsumsi karena mereka berfokus pada pasar muslim dunia. Salah
satunya yaitu Restoran halal di kota Ho Chi Minh yaitu sebuah rumah makan milik seorang
pelancong dari Malaisyayang bernama
Shamsudin serta sebuah rumah makan
Saigon lokasi berhadapan dengan masjid Musulman, di kota ini terdapat
kurang lebih 16 Masjid. Awalnya negara
Vietnam Dikuasai oleh kerajaan melayu Champa, Cham merupakan penyebar awal
islam di Vetnam. Islam minorias di Vietnam di pecah atas dua golongan yaitu :
1.
Islam Sunni
2.
Islam Bashi
10. Hukum
Islam di Laos
Masyarakat Muslim adalah penduduk kecil dalam negara yang kebanyakannya
menganut Buddha ini. Orang Islam dapat dilihat di ibu negaranya iaiatu
Vientiane, yang juga terdapat Masjid Jamek.
Penduduk Muslim di sini terlibat dengan perniagaan dan berniaga
kedai0kedai daging. Komuniti kecil Orang Islam Cham dari Kemboja yang juga pelarian dari tentera Rejim
Khmer juga boleh dijumpai di sini. Masyarakat Muslim sini kebanyakannya
penduduk bandar.
Adherents.com menganggarkan yang masyarakat Muslim adalah
lebih kurang 1% daripada bilangan penduduk.
11.
Hukum Islam di Kamboja
Sudah diketahui bahwasannya agama
Islam di Kamboja merupakan minoritas dan mayoritas beragama Budha. Menurut estimasi,
terdapat sekitar 700.000 Muslim di Kamboja. Sekitar 80% dari Muslim Kamboja
adalah keturunan etnis Cham.
Umat Islam di Kamboja khususnya keturunan
etnis Cham mengikuti mazhab Syafi’I dalam bidang Fiqih, sedangkan dalam bidang
Tauhid mereka mengikuti mazhab Imam Abu Hasan Al-As’ari. Dalam bidang amalih
atau peribatan, mereka mengikuti faham Ahlusunnah wal Jama’ah. Karena itu
mereka sangat toleran dan bisa hidup berdampingan dengan komunitas Budha
sebagai agama mayoritas Kamboja.
Mengenai hukum di Kamboja, bisa dibilang
lemah. Terutama yang berkaitan dengan situasi hak-hak Manusia (HAM). Hal ini
karena peradilan tidak berjalan secara independen sebagaimana semestinya dan
dasar kebebasan berekspresi dan berkumpul sedang dibatasi. Sedangkan mengenai hukum
Islam di Kamboja belum terlembagakan. Secara umum, umat Islam di Kamboja
menjalankan syari’at Islam sebagaimana umat Islam di Indonesia terutama hukum
keluarga yang meliputi perkawinan, ruju’, talaq dan warisan.
Dalam hal perkawinan, orang-orang Campa di
Kamboja tidak mengijinkan perkawinan antar agama kecuali dengan syarat bahwa
pihak yang bukan Islam masuk Islam. Oleh karena itu, orang-orang Khmer
dikatakan tak pernah akan meninggalkan agama Budha karena tidak mungkin kedua
Bangsa akan terpadu. Sedangkan orang Campa dengan orang Melayu sering terjadi
perkawinan.
Dalam hal
sosio-ekonomi, umat Islam di Kamboja dapat bantuan dari Malaysia yang akan
didirikan beberapa institusi khusus bagi sarana pembangunan insan di negara
Indochina yang pernah hancur di bawah kekuasaan Khmer Merah. Lembaga ini adalah
Majelis Mufakat Dakwah Malaysia-Kamboja (MMDMK). Lembaga ini adalah sebuah
organisasi yang mirip seperti Lembaga Tabung Haji dan akan dibentuk segera
dalam usaha membantu umat Islam negara itu menabung dan menunaikan haji ke
tanah Suci Makkah.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Di Asia
Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena
hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas
ataupun minoritas memeluk agama Islam. Dari segi jumlah, hampir terdapat 300
juta orang di seluruh Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim. Berdasar
kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan satu-satunya wilayah Islam yang
terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia Selatan, yang mempunyai penduduk
Muslim terbesar.
Perkembangan hukum islam di asia tenggara meliputi berbagai
aspek dari hukum pidana, perdata, yaitu: fiqih Ahwalusaskia, muamalah, dan
fiqih ibadah dari hukuman orang yang minum-minuman keras, hukuman criminal dan
keluarga. Didalam perkembanganya peran kerajaan Islam dalam menanamkan
semangat untuk menerapkan hukum Islam sangat tinggi hal ini dipengaruhi faktor penghambat
yang kecil dan belum masuknya ide-ide kaum barat untuk itu pengaruh kerajaan
Islam dalam perkembangan dan penerapan hukum Islam sangatlah memainkan peranan
penting.
2.
Saran
Seharusnya, setelah negara Islam
bebas daripada kuasa penjajah, langkah-langkah positif perlu diambil bagi
mengembalikan Undang-undang Islam ke pangkuan umat. Untuk itu perlulah kepada
penyediaan dan penggubalan undang-undang yang lengkap untuk mengambil alih
undang-undang penjajah, dan membina pemahaman umat terhadap kepentingan
Undang-undang Islam untuk kekuatan negara dan perpaduan umat, serta menyusun
sistem pentakbiran kehakiman yang sesuai dengan keperluan undang-undang
syariah.
Dan untuk pembaca, pemakah sarankan juga untuk merujuk kembali kepada referensi-referensi
yang berkenaan tentang Hukum Islam di Asia Tenggara dari sejarah sampai
perkembangannya hingga sekarang, karena ini sangat penting untuk kita ketahui
sebagai mahasiswa juga sebagai umat Islam tentunya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.wikipwdia.com.html
Muchsin,
A.Misri. 2004. studi islam kawasan. Banda Aceh: Ar-Raniry Press
Abdullah,
Fahmi. 1991. Mahkamah Syari’ah Islam dan Permasalahannya dalam Mimbar
Hukum no.38 Tahun IX. Jakarta: Al-Hikmah
Othman,
Haji Mahmud Saedon Awang, Mahkamah Syari’ah di Negara Brunei Darussalam dan
Permasalahannya, dalam Mimbar hukum No. 23 Tahun VI, 1995, p. 41-42
Thohir,
Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT
Raja Grafindo
Putsuan,
Surin. 1989. Islam di Muangthai, Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani.
Jakarta: LP3ES
http://baharcool89.blogspot.com/2009/06/review-buku-perkembangan
kontemporer. html